SABAB NUZUL SURAT AL-BAQARAH AYAT 142 dan 144
(Kajian Analisis Historis tentang Perpindahan Kiblat)
I. Surat al-Baqarah ayat 142
قال الله تعالى : سَيَقُوْلُ السُّفَهَآءُ مِنَ النَّآسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِى كَانُوا عَلَيْهَا، قُل الِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ، يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ [سورة البقرة :142]
“Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Bait al-Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan Barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.”
Ayat al-Qur’an ini mencakup pemberitahuan kepada Nabi Muhammad Saw dan umat Islam, bahwa ada sekelompok golongan yang menyembunyikan kebenaran karena kebodohannya dan mereka mengganti sesuatu yang bermanfaat bagi mereka kepada sesuatu yang membahayakan. Mereka mengingkari perpindahan kiblat dari al-Quds (Bait al-Maqdis), tempat mereka berkiblat saat itu, ke Masjid al-Haram.
Makna Lafadz
1. السفهآء dalam kalimat Arab berasal dari kata السفه yang berarti الخفّة و الرقّة yaitu lemah atau kurang dan tipis dalam berpikir.
و السّفه : ضد الحلم وهو خفّة وسخافة يقتضيهما نقصان العقل
Dan السّفه berlawanan dengan akal yang berarti kelemahan dan kebodohan dalam berpikir keduanya menunjukkan arti kurangnya akal. Oleh karena itu Allah menyebut anak yang masih kecil dengan سفهاءdalam FirmanNya,{ولا تؤت السفهاء أموالكم التى جعل الله لكم قياماً}
al-Sufaha’ sebagai kata jama’ dari safih, yaitu orang-orang bodoh yang berpikiran dangkal, yang berbicara asal berbicara saja tetapi tidak sanggup mempertanggungjawabkan apa yang diucapkannya. Ada yang berkata bahwa peralihan kiblat adalah karena Muhammad itu berpikir kurang matang, sebentar menghadap kesana sebentar menghadap kesini. Dan ada pula yang berkata bahwa Muhammad hendak mengajak manusia kembali ke agama nenek moyangnya, sebab pada waktu itu di Ka’bah masih terdapat berhala-berhala. Semuanya ini adalah tuduhan musuh-musuh Islam. Maka di dalam ayat ini Nabi diberi peringatan, bahwa sebagaimana sudah terbiasa apabila seorang Nabi atau Rasul atau pemimpin baru datang membuat suatu perubahan baru, sudah pasti ada penentangnya yang datang dari orang-orang yang bodoh, orang yang tidak bertanggung jawab.
Baik penduduk Madinah yang memang munafik ataupun orang Yahudi yang berkeliaran di Madinah yang merasa tidak senang hati, karena dengan peralihan dari Bait al-Maqdis itu, kemegahan mereka akan runtuh. Sebab menurut mereka, sumber agama Yahudi adalah Bait al-Maqdis dan di sini pula muncul Nabi dan rasul-rasul dari Bani Israil. Dengan demikian orang dapat mengambil kesan bahwa ajaran Nabi Muhammad itu hanyalah tiruan atau jiplakan dari agama mereka saja.
Muhammad Quraish Shibab menyatakan bahwa al-Sufaha’ adalah orang-orang yang lemah akalnya atau yang melakukan aktivitas tanpa sadar, baik karena tidak tahu, atau enggan tahu, atau tahu tapi melakukan yang sebaliknya.
Para ulama berbeda pendapat tentang siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang kurang akalnya tersebut:
1. Mereka adalah orang-orang Yahudi, hal ini dinyatakan oleh al-Bara’ bin ‘Azib , Mujahid dan Sa’id bin Jabir.
2. Mereka adalah ahl Makah (penduduk Mekah), yang diriwayatkan Abu Sholeh dari Ibn Abbas.
3. Mereka adalah orang-orang munafik, hal ini disebutkan al-Sadi dari Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas. Dan kemungkinan yang dimaksud adalah seluruh orang munafik.
4. Mereka adalah ahl Ta’wil, yang suka merubah penafsiran berita.
Intinya, yang dimaksud dengan السفهآء adalah orang-orang Yahudi, munafik dan musyrik Arab yang mengingkari perpindahan kiblat, dimana mereka suka mengubah-ngubah berita. Mereka disebut Allah dalam firmanNya dengan al-sufaha’ karena mereka melalaikan, mendustakan dan mengingkari kebenaran. Mereka mengingkari kenabian Nabi muhammad Saw serta kebenaran risalahnya.
2. Kalimat ولاّهم berarti صرافهم
ولاّهم يعنى صرافهم, و هو إستفهام على جهة الإستهزاء والتعجب
Yang artinya menghindar atau berpaling, yaitu menggerakkan wajahnya untuk berpaling dari kiblat mereka.
3. Kalimat قبلتهم
القبلة من المقابلة وهى المواجهة, و أصلها ال حالة التى يكون عليها المقابل, ثم خصّت بالجهة التى يستقبلها لإنسان فى الصلاّة
Kalimat al-kiblat berasal dari kata al-muqabalah yang artinya menghadapkan wajah, asalnya adalah sarana untuk mempersatuan Arab dengan melakukan suatu pertemuan. Kemudian di khususkan sebagai arah yang digunakan umat manusia dalam shalat untuk menyembah Allah Swt.
Al-Sufaha berkata, مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِى كَانُوا عَلَيْهَا} {“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat mereka yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?”
Maksud orang-orang Yahudi, tadinya umat Islam mengarah ke Mekah, kemudian ke Bait al-Maqdis, atau tadinya mengarah ke Bait al-Maqdis sekarang ke Mekah lagi. Kalau mengarah ke Bait al-Maqdis atas perintah Allah, mengapa sekarang Allah memerintahkan mereka mengarah ke Ka’bah? Tentu ada kekeliruan, atau Nabi Muhammad Saw dan umat Islam hanya mengikuti hawa nafsu mereka. Tentu ibadah mereka dulu ketika menghadap ke Bait al-Maqdis, sudah batal dan tidak ada ganjarannya lagi.
Kepada Nabi Muhammad diperingatkan bahwa kata-kata dari orang-orang bodoh itu tidak perlu diacuhkan. Yang akan diberi penerangan bukanlah orang-orang yang bodoh itu atau lemah, melainkan orang yang dapat berpikir, sebab itu Allah bersabda dalam lanjutan ayat tersebut,
قال الله تعالى :{ قُلِ الِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ}
“Katakanlah, Kepunyaan Allah lah timur dan Barat”. Artinya bahwasanya disisi Tuhan, baik barat ataupun timur, baik utara maupun selatan, adalah sama saja, segala penjuru dunia ini milik Allah Swt. Jika di waktu yang lalu orang berkiblat ke Bait al-Maqdis dan kemudian dialihkan ke Ka’bah, bukan berarti bahwa Allah bertempat di Ka’bah atau telah berpindah kesana. Soal peralihan tempat bukanlah soal penempatan Tuhan di salah satu tempat:
{يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ }
“Dia memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus”.
Ayat ini memberi penjelasan bahwa soal beralih atau tetapnya kiblat, bukan berarti karena tempat itu yang kita sembah. Timur dan barat, utara dan selatan dan segala penjuru manapun adalah kepunyaan Allah Swt.
Diantara Bait al-Maqdis dengan Bait al-Haram di Mekah tidak ada perbedaan disisi Allah. Keduanya sama-sama terdiri dari batu dan kapur yang diambil dari bumi Allah. Tujuan yang paling utama adalah tujuan hati, yaitu memohonkan petunjuk jalan yang lurus kepada Allah. Sehingga Allah bersedia memberikan petunjukNya kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Dengan keterangan ini dijelaskan inti persoalan yang mengacaukan pikiran, karena kekacauan berpikirnya orang-orang yang lemah. Tegasnya, meskipun tetap menghadap Bait al-Maqdis atau telah beralih ke Ka’bah, namun kalau hati tidak jujur ataupun kalau langkah yang ditempuh di dalam hidup adalah langkah curang, beralih atau tidak beralihnya kiblat tidak akan membawa perubahan bagi jiwa.
B. Makna Ayat
يقول الله جلَّ ثناؤه ما معناه : سيقول السفهاء من الناس- وهم أهل الضلال من اليهود والمشركين والمنافقين- ما صرفهم و حوّلهم عن القبلة التى كانوايتوجهون إليها جهة بيت المقدّس وهى قبلة النبيّين المرسلين من قبلهم؟ قل لهم يا محمد : لله المشرق والمغرب, الجهات كلّها لله, وهو سبحانه يتصرف فى ملكه كيف شاء على ما تقتضيه حكمته البالغة, يهدى من شاء من عباده, إلى طريق القويم الموصل إلى سعادة الدرين.
Allah Swt telah menjelaskan bahwa orang-orang yang bodoh atau kurang akalnya- mereka adalah penentang dari orang-orang Yahudi, musyrik, dan munafik- akan berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblat yang mana mereka dahulu telah menghadap ke Bait al-Maqdis yang merupakan kiblat para Nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum mereka?”. Katakanlah kepada mereka wahai Muhammad “Allah lah pemilik timur dan barat, segala penjuru hanyalah milik Allah, Dia berhak menggunakan kepemilikanNya sebagaimana Dia kehendaki berdasarkan hikmah yang Dia beri, Dia memberi petunjuk kepada siapa saja dari hambaNya yang Dia kehendaki kepada jalan kuat yang mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
C. Sabab Nuzul
1. أخبرنامحمد بن أحمد بن جعفر قال: أخبرنا زاهر بن جعفر قال: أخبرنا الحسن إبن محمد بن مصعب قال: حدثنا يحيى بن حكيم قال: حدثنا عبدالله بن رجاء قال: حدثنا إسرائيل عن أبى إسحاق عن البراء قال: لما قدم رسول الله صلى الله عليه وسلّم المدينة فصلى نحو بيت المقدّس ستة عشر شهراً أو سبعة عشر شهراً, وكان رسول الله صلى الله عليه وسلّم يحب أن يتوجه نحو الكعبة , فأنزل الله تعالى – قد نرى تقلّب وجهك فى السماء- إلى أخر الأية, فقال السفهاء من الناس وهم اليهود : ما ولاَّهم عن قبلتهم التى كانوا عليها , قل لله المشرق و المغرب- إلى أخر الأية, رواه البخارى عن عبد الله بن رجاء.
“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Ja’far berkata, telah mengabarkan kepada kami Dzahir bin Ja’far berkata, telah mengabarkan kepada kami al-Hasan Ibn Muhammad bin Mush’ab berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hakim berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Raja’ berkata, telah menceritakan kepada kami Isra’il dari Abi Ishak dari al-Bara’ berkata: Ketika Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, beliau shalat menghadap ke arah Bait al-Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Adapun Nabi Muhammad Saw menyukai menghadap ke arah Ka’bah, kemudian Allah menurunkan ayat: {قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاء} sampai akhir ayat. dan orang-orang Yahudi berkata“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Bait al-Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” قل لله المشرق و المغرب—sampai akhir ayat. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abdullah bin Raja’.
2. فقد روى عن البراء بن عازب قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم يحب أن يتوجه إلى الكعبة , فأنزل الله تعالى – {قد نرى تقلّب وجهك فى السماء} فتوجه نحو الكعبة, وقال السفهاء من الناس -وهم اليهود- : ما ولاَّهم عن قبلتهم التى كانوا عليها ,ثم لقن الله –تعالى – نبيه صلى الله عليه وسلّم الجواب الذى يخرس به ألسنة المعترضين من اليهود و غيرهم, قال الله تعالى :{ قُلِ الِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ، يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ}
Dalam kitab Shahih Bukhari telah di riwayatkan dari al-Bara’ Ibn ‘Azib yang berkata: bahwa Rasulullah Saw telah diwajibkan untuk menghadap Ka’bah dan telah diturunkan sebuah ayat
“فأنزل الله تعالى : {قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاء} maka menghadaplah Ka’bah dan orang-orang Yahudi berkata“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Bait al-Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?”. Kemudian Allah mengajarkan secara lisan dengan menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw sebagai jawaban yang tidak dapat dibantah lagi oleh lisan-lisan penentangnya dari orang-orang Yahudi dan lainnya.
قال الله تعالى :{ قُلِ الِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ، يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ}
Yang artinya, “Katakanlah kepada mereka -Ya Muhammad- jika mereka menentang perpindahan kiblat: Sesungguhnya segala tempat adalah kepunyaan Allah, baik hak milik dan segala penggunaannya, semuanya sama disisi Allah Swt. Allah mempunyai hak untuk mengkhususkan sebagian tempat atas tempat yang lainnya. Dan apabila Allah memerintahkan kepada kita untuk menerima sebuah arah kiblat shalat, hikmahnya berarti adanya kewajiban untuk menjalankan perintah Allah dalam menghadap arah kiblat itu. Kalau umat Islam sudah menerima dan menjalankan bahwa Ka’bah adalah kiblat bagi mereka, berarti sama dengan sudah menjalankan perintah Allah, bukan menganggap bahwa Ka’bah itu lebih baik daripada al-Quds”.
لا ترجيحاً لبعض الجهات من تلقاء أنفسهم فا الله هو الذى يهدى من يشاء هدايته، آلى سبيل الحق, فيوجه إلى بيت المقدس مدة حيث إقتضت حكمته ذلك, ثم إلى الكعبة, حيث يعلم المصلحة فيما أمر به.
Hadits-hadits tentang perpindahan kiblat ini sangat banyak sekali, intinya adalah ketika Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah, beliau diperintahkan Allah untuk menghadap ke Bait al-Maqdis. Kemudian para ulama berbeda dalam memahami apakah perintah menghadap ke Bait al-Maqdis ini datang melalui wahyu dalam al-Qur’an atau atas inisiatif dan ijtihad Nabi Muhammad Saw sendiri;
1. Ibnu Abbas dan Ibn Juraij menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw menghadap ke Bait al-Maqdis melalui wahyu dari Allah Swt.
2. al-Hasan, Abu al-Aliyah, Ikrimah dan al-Rabi’ menyatakan bahwa menghadapnya Nabi ke Bait al-Maqdis merupakan ijtihad dan hasil pemikiran Nabi sendiri. dan Qatadah menyatakan bahwa umat mnusia dapat menghadap ke arah mana saja yang ia kehendaki, berdasarkan Firman Allah, ولله المشرق والمغرب kemudian Nabi memerintahkan mereka menghadap ke Bait al-Maqdis.
Para ulama berbeda pendapat dalam masa atau berapa lamanya Nabi Muhammad Saw shalat menghadap ke Bait al-Maqdis ketika berada di Madinah;
1. al-Bara’ bin Azib menyatakan lamanya Nabi Muhammad Saw shalat menghadap ke Bait al-Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan.
2. Ibn Abbas menyatakan 17 bulan.
3. Mu’ad bin Jabal menyatakan 13 bulan.
4. Anas bin Malik menyatakan 19 bulan.
5. 16 bulan
6. 18 bulan, diriwayatkan oleh Qatadah.
Dari beberapa pendapat ulama tersebut yang sering digunakan oleh para mufassir adalah 16 atau 17 bulan.
D. Hikmah Penafsiran Ayat
1. Allah Swt mengabarkan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa orang-orang yang bodoh atau kurang akalnya dari orang-orang Yahudi akan menentang perpindahan kiblat sebelum peristiwa tersebut terjadi. Hal ini menunjukkan mukjizat Nabi Muhammad Saw tentang kebenaran risalah yang beliau bawa, karena mengabarkan suatu perkara yang ghaib. Sebagaimana jawaban yang pasti, dan tidak dapat ditentang lagi oleh penentangnya.
2. Dengan demikian ayat yang dimaksud ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Ayat ini tidak menyebutkan secara tegas nama mereka, bertujuan memberi sifat al-sufaha terhadap orang-orang Yahudi di sini, atau boleh jadi untuk memasukkan semua orang yang tidak menerima Ka’bah sebagai kiblat, atau yang mencemooh Ka’bah dan mencemooh umat Islam yng mengarah dan thawaf disana.
3. al-Qur’an membantah tuduhan orang-orang bodoh dari Yahudi, kaum musyrik dan munafik dalam firman Allah Swt,
قال الله تعالى :{ قُلِ الِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ، يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ}
Yang menegaskan bahwa segala arah hanyalah milik Allah Swt, tidak diutamakan arah yang satu dengan yang lainnya, dan tidak berhak salah satu arah tersebut menyebut dirinya kiblat kecuali Allah Swt lah yang mengkhususkannya sebagai kiblat. Maka bukanlah sebuah penentangan untuk berganti-ganti kiblat dari arah satu ke arah yang lainnya. Karena Ibrahnya adalah menghadap kepada Allah Swt dengan hati dan mengikuti segala perintahNya.
4. Menghadap ke kiblat bertujuan mengarahkan umat Islam ke satu arah yang sama dan jelas. Namun demikian Dia berwenang menetapkan apa yang dikehendakiNya menjadi arah bagi manusia untuk menghadap kepada-Nya. Dia mengetahui hikmah dan rahasia di balik penetapan itu, lalu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus. PetunjukNya untuk umat Islam adalah mengarah ke Ka’bah.
Allah tidak menjelaskan mengapa Dia mengalihkan arah tersebut sehingga pada akhirnya arah yang harus dituju dalam shalat adalah Ka’bah. Apa yang dikutip di atas dari pendapat al-Thabari belum tentu benar. Boleh jadi pengalihan kiblat pertama kali dari Mekah ke Bait al-Maqdis, karena ketika Nabi berhijrah, Ka’bah masih dipenuhi berhala dan kaum musyrik Arab mengagungkan Ka’bah bersama berhala-berhala yang mereka tempatkan disana. Disisi lain, tidak disebutkannya sebab pengalihan itu dalam jawaban yang diperintahkan Allah ini, untuk memberi isyarat bahwa perintah-perintah Allah khususnya yang berkaitan dengan ibadah mahdhah (murni) tidak harus dikaitkan dengan pengetahuan manusia tentang sebabnya. Ia harus dipercaya dan di amalkan. Walaupun pasti ada sebab atau hikmah dibalik itu. Setiap muslim diperintah untuk melaksanakannya, namun ia tidak dilarang untuk bertanya atau berpikir guna menemukan jawabannya.
II. Surat al-Baqarah ayat 144
قال الله تعالى : قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُوْنَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ وَمَا اللهُ بِغَا فِلٍ عَمَا يَعْمَلُوْنَ [سورة البقرة :144]
“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhan mereka; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”
A. Makna Lafadz
1. {قد نرى}
قَدْ menurut Imam al-Suyuthi للتحقيق untuk penetapan, sedangkan menurut Imam al-Zamakhsari bermakna ربما yaitu للتكثير untuk memperbanyak. Artinya adalah banyak atau seringnya melihat. Dan dapat dilihat dalam ayat ini terjadi الماضى, pada masa lampau.
2. {تقلّب وجهك فى السماء}
تقلّب وجهك: تردده المرة بعد المرة فيها ,و السماء مصدر الوحي و قبلة الدعاء.
Nabi Muhammad Saw, berulang kali menengadah ke langit, dan langit merupakan sumber wahyu dan arah dalam berdo’a. Dan فى bermakna إلى.
قال الزجاج : المراد تقلب عينيك فى النظر إلى السماء
وقال قرطب: تحويل وجهك إلى السماء, وهما متقاربان
Al-Zujaj menyatakan, yang dimaksud adalah menggerakkan kedua mata Nabi Muhammad Saw, untuk melihat ke langit. Dan Qurtubi menyatakan, menengadahkan wajah Nabi Muhammad Saw ke langit. Kedua makna ini hampir sama.
Nabi Muhammad Saw menengadah wajahnya ke langit berulang kali, menanti turunnya wahyu, dan merindukan perintah untuk menjadikan Ka’bah sebagai kiblat, karena Ka’bah adalah kiblat Nabi Ibrahim as, dan beliau berdo’a akan Islamnya orang Arab, serta karena orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah berpaling dari kiblatnya di Mekah dan mengikuti kiblat orang-orang Yahudi.
3. {فلنولينك} الفاء لسببية ما قبلها فى الذى بعدها. {فلنولينك قِبْلَةً تَرْضَاهَا } اى :تحبها وتهواها
“Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai”, hal ini menunjukkan bahwa kalimat sebelumnya dihilangkan, artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, meminta arah kiblat yang bukan sedang kamu jalankan sekarang”.
4. {فولّ وجهك} أطلق الوجه و أريد به الذات, من قبيل المجاز المرسل, من باب إطلق الجزء و إرادة الكل
Memalingkan wajah, menjadikan sebagai kiblat dan pedoman arah. Yang dimaksud dengan wajah adalah seluruh badan. Misalkan, menghadapkan wajah dalam shalat ke arah Ka’bah, berarti menghadapkan seluruh anggota badan ke arah Ka’bah.
5. {شطر المسجد الحرام} أى نحوه , وأراد به الكعبة , والحرام : المحرّم
Yang dimaksudkan disini adalah arah atau sisi. Ka’bah dinamakan Masjid al-Haram, mengisyaratkan bahwa yang jauh itu memelihara arah kiblat, bukan ka’bah secara fisik atau dhahirnya. Karena menuju ke Ka’bah itu suatu kesulitan yang sangat besar bagi yang berada jauh dari Ka’bah.
Para ulama berbeda pendapat dalam alasan Nabi Muhammad Saw memilih Ka’bah daripada Bait al-Maqdis:
1. Karena Ka’bah merupakan tempat yang dihormati, yaitu kiblat Nabi Ibrahim as, hal ini diriwayatkan dari Ibn Abbas.
2. Untuk membedakan umat Islam dengan orang-orang Yahudi, hal ini dinyatakan oleh Mujahid. Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Muhammad telah mengikuti kiblat kita.
3. Nabi Muhammad Saw, lebih menyenangi peralihan kiblat ke Ka’bah untuk menarik orang-orang Arab supaya mereka masuk Islam.
4. Mekah merupakan negara tempat kelahiran Nabi Muhammad Saw, dan di sana terdapat Masjid al-Haram, yang menjadi kiblat dari masjid-masjid. Maka Nabi menyukai tempat yang mulia ini, untuk dijadikan arah kiblat.
6. {و حيثما كنتم} من برّ أو نحو شرق أو غرب
Dari darat atau arah timur atau barat.
7. {فولّوا وجوهكم شطره} عند الصلاة
أخبرنا عبد الواحد بن أحمد المليحى أخبرنا أحمد بن عبد الله النعيمى أخبرنا محمد بن يوسف, أخبرنا محمد بن إسماعيل أخبرنا إسحق بن نصر,أخبرنا عبد الرزّق أخبرنا إبن جريج عن عطاء قال : سمعت إبن عبّاس قال: لما دخل النبى صلى الله عليه وسلم البيت دعا فى نواحيه كلها ولم يصل حتى خرج منه, فلما خرج ركع ركعتين فى قبل الكعبة و قال: "هذه القِبلة"
أخرج البخارى ومسلم عن البراء بن عازب أن النبى صلى الله عليه وسلّم كان أول ما نزل المدينة نزل على أخواله من الأنصار, و أنه صلّى إلى بيت المقدّس ستة عشر شهرًا, وكان يعجبه أن تكون قبلته إلى البيت, و أنه صلّى أول صلاة صلاها (صلاة العصر) وصلى معه قوم, فخرج رجل ممن كان صلى معه فمرَّ على أهل المسجد وهم راكعون, فقال : أشهد بالله لقد صليت مع النبى صلى الله عليه وسلّم قبل مكة, فداروا كما هم قبل البيت, وكان الذى قد مات على القبلة قبل أن تحول قبل البيت رجالاً قتلوا لم ندرما نقول فيهم فأنزل الله: {وما كان الله ليضيع إيمانكم} [البقرة :143]
وكان تحويل القبلة فى الرجب بعد زوال الشمس قبل قتال البدر بشهرين.
قال مجاهد و غيره : نزلة هذه الأية ورسول الله صلى الله عليه وسلم فى مسجد بنى سلمة , وقد صلى بأصحابه ركعتين من صلاة الظهر, فتحوّل فى الصلاة و إستقبل الميزان, وحوّل الرجال مكان النساء و النساء مكان الرجال , فسمىّ ذلك المسجد مسجد القبلتين
Di Madinah ada masjid yang disebut dengan masjid Qiblatayn (dua Kiblat), yaitu di masjid Bani Salamah. Masjid ini dinamakan masjid Qiblatayn, karena Nabi Muhammad Saw pernah melakukan shalat dhuhur, yang menghadap ke dua arah, dua raka’at pertama menghadap Bait al-Maqdis, dua raka’at kedua menghadap ke Ka’bah, karena Allah Swt memerintahkan demikian.
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan waktu berpindahnya kiblat:
1) Berpindahnya kiblat terjadi pada waktu shalat duhur pada hari senin, pertengahan Rajab, tujuh belas bulan dari tinggalnya Nabi Muhammad di Madinah. Hal ini dinyatakan al-Bara’ bin Azib dan Mu’qal bin Yasar.
2) Perpindahan kiblat terjadi pada hari selasa, pertengahan bulan Sya’ban. Delapan belas bulan sejak Nabi tinggal di Madinah. Hal ini disampaikan Qatadah.
3) Pada bulan Jumadi al-akhirah, dinyatakan mufassir Ibn Salamah dari Ibrahim al-harabi.
4) Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa shalat pertama yang dilakukan ketika perintah itu turun adalah shalat ashar.
5) Dalam riwayat Malik disebutkan waktu shalat shubuh.
Dari perbedaan pandangan ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa nasakh perpindahan kiblat tidak wajib mengetahui kapan terjadinya hukum tersebut, baik duhur, ashar maupun subuh. Waktu tidak mempengaruhi kewajiban umat Islam melaksanakan perintah Allah Swt.
8. {الذين أوتوا الكتاب}
Yang dimaksud ayat ini adalah orang-orang Yahudi, hal ini dikatakan oleh Muqatil. Sedangkan Abu Sulaiman al-Dimasyqi menyatakan yang dimaksud ayat ini adalah orang-oarang Yahudi dan Nasrani.
9. {ليعلمون أنه الحق} يعنى أمر الكعبة
Mengisyaratkan bahwa perintah dalam memindah arah kiblat ke Ka’bah sudah diketahui oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, kemudian mereka menolak atau mengingkarinya sebagimana berita-berita yang mereka dustakan sebelumnya padahal mereka mengetahui bahwa hal itu benar.
Ada empat pendapat ulama yang mengatakan dariamana mereka tahu bahwa hal tersebut benar:
1) Abu al-Aliyah mengatakan bahwa dalam kitab-kitab merka telah disebutkan tentang perpindahan kiblat ini.
2) Mereka mengetahui bahwa al-Masjid al-Haram adalah kiblatnya Nabi Ibrahim as.
3) Dalam kitab mereka telah dinyatakan bahwa Muhammad adalah rasul yang benar, dan tidak akan memerintah kecuali hal yang benar.
4) Mereka mengetahui kebenaran atau bolehnya nasakh dalam al-Qur’an.
10. {وما الله بغافلٍ عماّ يعملون} قرأ أبو جعفر وإبن عامر و حمزة والكسائى بالتاء: قال إبن عباس: يريد أنكم يا معشر المؤمنين تطلبون مرضاتى وما أنا بغافل عن ثوابكم وجزائكم,
Abu Ja’far, Ibn Amir, Hamzah dan al-Kasa’i membaca dengan menggunakan Ta’, Ibn Abbas berkata, “Allah ingin agar orang-orang mukmin mencari ridla Allah, dan Dia tidak lengah terhadap pahala dan balasan terhadap kalian”
و قرأ الباقون باالياء ,يعنى : ما أنا بغافل عما يفعل اليهود فأجازيهم فى الدنيا و فى الأخرة
Ulama yang lain membaca dengan ya’, yang artinya, “Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang telah dikerjakan orang-orang Yahudi dan akan membalas mereka di dunia dan di akhirat”.
B. Sabab Nuzul ayat
Ulama berbeda pendapat tentang sejarah turunnya ayat ini:
1. Ibnu Abbas dan al-Thabari menyatakan bahwa ayat ini lebih dulu diturunkan dari ayat سَيَقُوْلُ السُّفَهَآءُ. Hal ini di kuatkan oleh hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dari al-Bara’ Ibn ‘Azib, sebagaimana telah disebutkan.
2. al-Zamakhsyari menyatakan bahwa ayat ini diturunkan akhir atau setelah ayat سَيَقُوْلُ السُّفَهَآءُ, karenakan ayat ini menjadi berita yang ghaib sebelumnya, sebelum menjadi sebuah kenyataan. Kemudian terjadilah saat turunnya perintah itu untuk menerima Ka’bah sebagai kiblat. Sebagai Mu’jizat bagi Nabi Muhammad Saw, dan untuk menenangkan hati dari pertentangan musuh-musuh Islam, serta mempersiapkan Nabi. Ayat ini termasuk dari kalimat yang jawabnya terletak lebih dahulu.
وهو قوله تعالى: {قل لله المشرق والمغرب}
3. Imam Ibnu Katsir menyatakan:
قال على بن أبى طلحة قال إبن عبّاس : كان أول ما نسخ فى القرأن القبلة, وذلك أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم لما هجر إلى المدينة وكان أكثر أهلها اليهود فأمر الله تعالى أن يستقبلها بيت المقدس ففرحت اليهود فاستقبله رسول الله صلى الله عليه وسلّم بضعة عشر شهراً, وكان يحب القبلة أبيه إبراهيم, فكان يدعو الله ,و ينظر إلى السماء, فأنزال الله –تعالى - قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ
Ali bin Abi Thalkhah dan Ibnu Abbas berkata, “Ayat nasakh pertama dalam al-Qur’an adalah tentang kiblat”. Hal ini karena Nabi Muhammad Saw ketika berhijrah ke Madinah, penduduk di Madinah kebanyakan orang-orang Yahudi, maka Allah memerintahkan kepada Nabi untuk menghadap ke Bait al-Maqdis, sehingga gembiralah orang-orang Yahudi. Maka Nabi menghadap ke Bait al-Maqdis selama sepuluh bulan lebih, namun beliau lebih menyukai kiblat leluhurnya Nabi Ibrahim, kemudian beliau berdo’a kepada Allah dan sering melihat ke langit. Kemudian Allah menurunkan ayat ini.
4. Perintah kiblat merupakan pertama kali nasakh dalam al-Qur’an
و ذلك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم و أصحابه كانوا يصلّون بمكّة إلى الكعبة فلما هاجر إلى المدينة أمره أن يصلّى نحو صخرة بيت المقدس, ليكون أقرب إلى تصديق اليهود إيّاه إذا صلّى إلى قبلتهم مع ما يجدون من نعته فى التوراة, فصلّى بعد الهجرة ستة عشر او سبعة عشر اشهر إلى بيت المقدس, وكان يجب أن يوجه إلى الكعبة لأنها كانت قبلة أبيه إبراهيم عليه السلام , وقال مجاهد: كان يحب ذلك من أجل اليهود لأنهم كانوا يقولون يخالفنا محمد صلى الله عليه وسلم فى ديننا و يتبع قبلتنا , فقال لجبريل عليه السلام وَدِدْتُ لو حوّلنى الله إلى الكعبة, فإنها قبلة إبراهيم عليه السلام, فقال جبريل: إنما أنا عبد مثلك و انت كريم على ربّك فسل أنت ربك فإنك عند الله عزّوجلّ بمكان, فعرج جبريل عليه السلام وجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم يُديم النظر إلى السماء رجاء أن ينزل جبريل بما يحبّمن أمر القبلة و فأنزل الله تعالى :{ قد نرى تقلب وجهك فى السماء} إلى أخر الأية.
Nabi Muhammad Saw beserta sahabat beliau, ketika di Mekah shalat menghadap Ka’bah, ketika hijrah ke Madinah beliau diperintah untuk menghadap ke Bait al-Maqdis, yang sesuai dengan kiblatnya orang-orang Yahudi yang tercantum dalam Taurat. Beliau shalat menghadap Baitt al-Maqdis selama 16 atau 17 bulan, walaupun sebenarnya beliau lebih menyenangi menghadap ke Ka’bah karena merupakan kiblatnya Nabi Ibrahim as. Orang-orang Yahudi menyatakan bahwa Nabi telah mengikuti agama mereka dan mengikuti kiblat mereka. Maka Nabi berkata kepada Jibril as, “Aku lebih menyukai seandainya Allah memerintahkanku mengalihkan kiblat ke Ka’bah, karena itu kiblat Nabi Ibrahima as”. Jibril menjawab, “Sesungguhnya aku hanyalah hamba sepertimu, engkau lebih mulia, maka mohonlah kepada Tuhanmu, engkau mempunyai tempat yang agung disisi Allah Swt. kemudian jibril naik ke langit, dan Nabi terus melihat ke langit dan berharap jibril turun dengan membawa perintah peralihan kiblat. Maka Allah Swt menurunkan ayat ini.
C. Penafsiran ayat
كثيراً ما رأينا تردّد بصرك –يا محمد- جهة السماء, تطلعاً للوحى وتشوقاً لتحويل القبلة , فلنوجهنك إلى قبلة تحبها, فتوجه فى صلاتك نحو المسجد الحرام, وأنتم –أيها المؤمنون- استقبلوا بصلاتكم جهته أيضاً, فهى قبلتكم و قبلة أبيكم إبرهيم, وإن أهل الكتاب ليعلمون أن ذلك التولى شطر المسجد الحرام , هو الحق المنزل على نبيه صلى الله عليه وسلم ولكنّهم يفتنون ضعاف المؤمنين, ليشككوهم فى دينهم, بإلقاء الشبهات والأباطيل فى نفوسهم, وما الله بغافل عما يعملون فهو جلّ ثناؤه العليم بالظهير والباطن, المحاسب على ما فى السرائر.
Sungguh Kami sering melihat matamu –Ya Muhammad - berulangkali menengadah ke langit. Memohon datangnya wahyu dan merindukan untuk mengalihkan arah kiblat. Maka Kami akan menghadapkan kamu ke kiblat yang kamu sukai, maka dalam shalatmu menghadaplah ke arah Masjid al-Haram. Dan kalian- wahai orang-orang yang beriman- dalam shalat kalian menghadaplah ke arah Masjid al-Haram juga. Ia adalah kiblat leluhur kalian Nabi Ibrahim as. Sesungguhnya orang-orang ahl al-kitab (Yahudi dan Nasrani) mengetahui bahwa peralihan ke arah Masjid al-Haram adalah benar diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, tetapi mereka menyesatkan orang-orang mukmin yang lemah, agar mereka meragukan agamanya, dengan memyusupkan syubhat dan kebatilan di dalam hati mereka. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang telah mereka kerjakan, Dia Maha Mengetahui yang dhahir dan bathin, dan Maha Menghitung terhadap segala bentuk kesengsaraan dan kebahagiaan.
Melalui ayat ini Allah menyampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, bahwa Dia mengetahui keinginan, isi hati, atau doa beliau agar kiblat segera dialihkan ke Mekah, baik sebelum adanya informasi dari sesudah adanya informasi itu, “maka guna memenuhi keinginanmu, serta mengabulkan do’amu sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai, maka kini Palingkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram”. Demikian Allah mengabulkan keinginan dan permohonan Nabi Muhammad Saw.
Sementara kaum sufi menggarisbawahi bahwa ayat ini memerintahkan mengalihkan wajah, bukan hati dan pikiran, karena hati dan pikiran hendaklah mengarah kepada Allah Swt. Hati dan isinya adalah sesuatu yang ghaib, maka sesuai dengan sifatnya itu, iapun harus mengarah kepada Yang Maha Ghaib, sedang wajah adalah sesuatu yang nyata, maka iapun diarahkan kepada sesuatu yang sifatnya nyata, yaitu bangunan berbentuk kubus yang berada di Masjid al-Haram.
Selanjutnya, setelah jelas bahwa keinginan Nabi Muhammad Saw telah dikabulkan, maka perintah kali ini tidak lagi hanya ditujukan kepada beliau sendiri sebagaimana bunyi redaksi penggalan ayat yang lalu, tetapi ditujukan kepada semua manusia tanpa terkecuali, sebagaimana dipahami dari redaksi berikut yang berbentuk jamak “Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajah-wajah kamu ke arahnya”.
Ayat ini turun ketika Nabi berada di satu rumah di Madinah, yang kini dikenal dengan dengn mesjid Bani Salamah, sehingga dimana saja kamu berada walaupun tidak di tempat turunnya ayat ini atau bukan pada waktu itu. Itu minimal yang dapat dipahami dari perintah ini, sebenarnya lebih luas daripada itu.
“Sesungguhnya telah kami lihat muka engkau menengadah ke langit.” Artinya, bahwasanya Kami (Allah) telah memperhatikan bahwa engkau selalu menengadah ke langit mengharap-harap, semoga Allah mengizinkan engkau mengalihkan kiblat ke Ka’bah. Menurut riwayat Ibnu Majah dari al-Bara’, setiap akan shalat beliau menghadapkan wajah ke langit, yang diketahui Allah bahwa beliau sangat rindu kiblat dialihkan ke Ka’bah. Setiap malaikat Jibril turun dari langit atau naik kembali ke langit selalu diikuti Rasulullah dengan pandangannya, menunggu bilakah akan datang perintah Tuhan tentang peralihan kiblat itu, sampai turun ayat ini: “Sesungguhnya telah Kami lihat muka engkau menengadah ke langit, sampai akhir ayat: “maka Kami palingkan engkau kepada kiblat yang engkau inginkan”.
Suatu keinginan yang timbul sebagai suatu risalah yang beliau bawa ke dunia ini, yaitu menyempurnakan ajaran agama yang di bawa Nabi Ibrahim. sebab ‘wadin ghairi dzi –dzar’in atau lembah yang tidak ditumbuhi tumbuhan di dekat rumah Allah yang suci itu adalah tempat bertolak pertama dari Nabi Ibrahim ketika beliau memulai risalahnya. Rumah itulah yang beliau jadikan pusat pertama dari seluruh mesjid tempat menyembah Allah Yang Tunggal. “Sebab itu palingkanlah muka engkau ke arah masjidil haram”.
Dengan perintah pada ayat ini maka mulai saat itu beralihlah kiblat dari Bait al-Maqdis (rumah suci) di Palestina, yang didirikan oleh Nabi Sulaiman, kepada Masjid al-Haram yang didirikan oleh Nabi Ibrahim, nenek moyang Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad Saw yang berdiri di Mekah.
D. Hikmah ayat
1. Para Mufassir menyatakan bahwa ayat ini, adanya peringatan secara lembut atas kesantunan perilaku Nabi Muhammad Saw, ketika menunggu datangnya wahyu, dan tidak langsung bertanya kepada Tuhannya. Dan Allah telah memuliakan adab perilaku Nabi ini dengan mengabulkan do’a beliau melalui perpindahan kiblat ke Masjid al-Haram.
2. Ketika mengibaratkan Masjid al-Haram di Ka’bah adalah sebuah petunjuk yang tersirat bahwa adanya suatu kewajiban untuk menjaga arahnya, bukan fisiknya. Sehingga seseorang yang berada jauh dari Ka’bah, dapat melakukan ibadah shalat dengan benar, menghadap ke arah kiblat darimana saja mereka berada.
3. Khitab yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw, di maksudkan kepada umat Islam, bukan ke kiblat nya, dan menolak keraguan bahwa kiblat itu kiblat penduduk madinah saja, karena perintah untuk berpindah ada di dalamnya, kemungkinan diantara mereka bahwa kiblat adalah Bait al-Maqdis masih ada.
4. Ayat ini walaupun tertulis setelah ayat ‘sayaqulu al-sufaha’ namun lebih dahulu dalam makna. Ayat ini merupakan inti pokok kisah perpindahan kiblat.
5. Perintah kiblat merupakan ayat nasakh pertama kali dalam perkara syari’at.
6. Segala penjuru arah mata angin adalah milik Allah Swt, baik utara, selatan, timur dan barat. Allah memerintahkan shalat menghadap kiblat ke Ka’bah, terkecuali bagi mereka yang sedang berada dalam kendaraan, sedang berperang, maka shalat dapat dilakukan ke segala arah berdasarkan ijtihad masing-masing. لأن الله تعالى لا يكلّف نفساً إلاّ وسعها
III. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Nabi Muhammad Saw beserta sahabat ketika di Mekah shalat menghadap ke Ka’bah, kemudian ketika hijrah ke Madinah, beliau diperintahkan shalat menghadap Bait al-Maqdis. Selama 16 atau 17 bulan, beliau diperintahkan menghadap ke Ka’bah kembali.
2. Tidak ada perbedaan diantara ulama bahwasanya Ka’bah merupakan kiblat dari segala penjuru dunia. Yang dimaksud bukanlah fisik dari Ka’bah tersebut tetapi arah ke Ka’bah menjadi kiblat bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah shalat kepada Allah Swt.
3. Ayat ini juga yang menjadi dalil Imam Malik dan pengikutnya, bahwasanya orang yang shalat hukumnya menghadap ke depan (ke arah Ka’bah) dan bukan ke bawah (tempat sujud).
4. Ayat-ayat ini menjadi bukti yang jelas adanya nasakh dan mansukh dalam al-Qur’an. Dan ayat nasakh yang pertama dalam syari’at Allah Swt adalah ayat ini, tentang perpindahan kiblat.
5. Ayat ini juga menjadi bukti diperbolehkannya menasakh al-sunnah dengan al-Qur’an. Hal ini dapat dilihat dari adanya perintah Allah Swt terhadap Nabi Muhammad Saw ketika di Madinah untuk menghadap ke Bait al-Maqdis bukan berasal dari al-Qur’an tetapi dari al-Sunnah. Kemudian al-sunnah ini di nasakh dengan ayat al-Qur’an ini.
6. Ayat ini membuktikan bahwa al-Qur’an diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan sampai ayat al-Qur’an tersebut sempurna. Sebagaimana firman Allah Swt;
{اليوم أكملت لكم دينكم} [المائدة أية 3]
DAFTAR PUSTAKA
al-Baghdadi, Abu al-Faraj Jamal al-Din Abd al-Rahman bin ‘Ali bin Muhammad bin al-Jauzi al-Qurasyi. Zadu al-Muyassar fi Ilmi al-Tafsir, Beirut: Dar Fikr al-Arabi, Juz I.
al-Baghawi, Abi Muhammad al-Husein ibn Mas’ud al-Fara’ al-Syafi’i. Tafsir al-Baghawi al-musamma Ma’alim al-Tanzil, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz. I.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002, Juz II.
Ibn Katsir, Abu al-Fida’ Isma’il al-Dimsyiqi. Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Kairo: al-Azhar Press, 2000, Juz II.
al-Jashash, Abu Bakar Ahmad al-Razi. Ahkam al-Qur’an, Kairo: Dar al-Fikr, Juz I.
Madjid, Nurcholish. Perjalanan Religius Umrah dan Haji, Jakarta: Penerbit Paramadina, 1997.
al-Naisaburi, Abu al-Hasan ‘Ali ibn Ahmad al-Wahidi. Asbab al-Nuzul, Beirut : Dar al-Fikr.
Al-Qur’an al-Karim wa Tarjamatu Ma’anihi ila al-lughah al-Indunisiyah, Saudi Arabia: Lembaga Percetakan Raja Fahd, 1971.
Quraish Shihab, Muhammad. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2004. Cet.I, Vol.I.
al-Qurtubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar. al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyan lama Tadhammanahu min al-Sunnah wa aiy al-Furqan; Tafsir al-Qurtubi, Beirut: Mu’assasah Risalah, Juz II.
al-Shabuni, Muhammad Ali. Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat al-Ahkam min al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, Juz I.
al-Shafi’I, Husein Muhammad Fahmi. al-Dalil al-Mufahris li alfadz al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Dar al-Salam, 2008), Cet.III.
al-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil aiy al-Qur’an, Kairo, 2001, Juz I.
Thanthawi, Muhammad Said. al-Tafsir al-Wasith li al-Qur’an al-Karim; tafsir surati al-fatihah wa al-Baqarah, Kairo: Nahdhah Misr, Juz I.
al-Zamakhsyari, Abu al-Qasim Mahmud bin Umar. al-Kasyaf ‘an Haqa’iq Ghawamid al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi wujuh al-ta’wil, Saudi Arabia: Maktabah Obeikan, 1998, Cet I.
al-Zuhaili, Wahbah. al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-manhaj, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Juz I.
No comments:
Post a Comment