Monday, June 6, 2011

cerpen 2


Matahari
Manja gadis yang cantik, lugu, lucu, penuh canda tawa dan masih banyak lagi sifat didirinya yang membuatku menyukainya. Di sadis yang penuh semangat tinggi dan dia adalah belahan jiaku. Aku mengenalnya satu tahun lalu, saat dia masuk ke sekolah ini. Dia menjadi adik kelasku, saat mos dia adalah satu satunya murid yang mampu membuat kami tertawa karena kelucuannya apalagi kesukaannya apada puisi iut membuat kami semakin akrab dan akhirnya semakin akrab.
Itu manja, ia sudah di depan sekolah. Ia mulai melangkahkan kakinya ke dalam gedung sekolah. Dan aku coba menghampirinya ke dalam gedung sekolah. Dan ku coba menghampirinya.
“Hai ja . . .!!!”sapaku dengan sedikit senyum”.
“Namaku bukan ja, panggil sekali lagi namaku dengan lengkap.”ucapannya sambil sedikit ngambek namun tetap masih ada sedikit senyum dibibirnya.
“selamat pagi manja. . .!!! ku ulangi sapaanku padanya.
“selamat pagi juga kak cahya . . .!!!
“kau curang manja aku memanggilmu dengan lengkap tapi kau memanggilku dngan nama cahya.” Ucapanku sambil cemberut agar aku dapat melihat senyumannya sebelum ia masuk kelas.”
“Maaf, ku ulangi lagi deh, selamat pagi juga kak cahyadi . . .!!! Lalu iapun masuk kelas setelah meninggalkan sedikit senyuman yang selalu melekat dipikiranku.
Aku masih terus memandangnya sampai ia benar-benar masuk kelas dan akupun meneruskan lagkah kakiku untuk menuju kelas.
Bel berbunyi, aku cepat-cepat masuk kelas dan duduk. Hari ini ada anak baru, guru piket memperkenalkannya kepada kami semua. Han . . . namanya cukup bagus dan wajahnya cakep juga hingga semua cewek dikelasku terpesona dan tidak berkedip sedikitpun saat melihatnya.
Istirahat tiba, aku berjalan menuju kantin lama ku tunggu, malaikat kecilku datang.
“Hai, kak . . .!!! sapanya sembari duduk di sampingku.” Kak, dikelasmu ada anak baru ya? Katanya ganteng?”Tanyanya dengan senyum kecil disudut bibirnya.
“Iya, memangnya kenapa?kamu suka pada dia ya?”ku goda manja.
“Apa sich, kak?.”
Hai han! Ku sapa dia saat kulihat dia masuk ke kantin.
“hai, di!” balas sapaannya sambil mendekati kami.
“Gabung sama kami aja, duduklah!.”
“Trima kasih!” Ia duduk bersama kami maka itu sling menatap seolah menandakan isyarat.
“Oh, ya! Kenalkan ini manja?anak kelas dua  sastra!
“Manja!”
“Han!.” Mereka saling berjabat tangan dan memberikan senyum.
 Sejak saat itu kami semakin akrab. Kami menjadi sahabat baik semakin hari ku perhatikan manja dan han semakin akrab, dan keakraban merekamelebihi persahabatan kami. Ketika kami bersama sepasang dari mata mereka saling mencari celah untuk memandang perhatian. Setiap dua minggu sekali aku dan manja pergi kedanau. Disini begini sejuk udaranya lembut merasuk ke sukmaku. Dan pemandangannya indah bagaikan taman surga.
“Kak, aku mau ngomong sama kakak.”
“Apa?.” Jawabku tanpa mengubah arah padanganku.
“Begini kak, han . . . dia . . . bilang suka sama aku!.” Ucapannya dengan sedikit keraguan. Aku begitu terkejut mendengar itu. Jantungku serasa terhenti berdetak, darahku membeku tak mengalir. Dan tanpa sadar hatiku menangis. Aku tak mampu berkata apa-apa. Kata-kata manja seolah menghipnotisku.
“kak . . . kakak kenapa?.”
“Ha . . . tidak apa-apa, kok!.” Ucapanku dengan sedikit tersentak.”Ehm . . . kamu trima saj, lagi pula dia sepertinya anak baik.”
“Sebenarnya aku juga suka sama dia.
Tapi . . .”kata-katanya terhenti.
“Tapi kenapa?.” Ku tatap dia.
“Kakak harus punya cewek dulu, baru aku bisa menerima dia. Ia tersenyum menyeringai.
“Ku kira karena apa, ternyata . . . kalau soal itu kamu tenang saja, kakak sudah punya cewek kok.”
“benar, kak! Tapi kok kakak gak pernah bilang kepadaku, sich! Siapa dia, kak?.”
“Rahasia donk!.”Aku tersenyum.
“Ah, kakak!.”kami mulai bercanda seperti semula.

Air mata terjatuh
Meremukkan jantung hatiku
Permata hati yang ku sanjung
Kini tlah dimiliki yang lain.

Pagi-pagi sekali aku sudah ada di kelas. Aku terus bersabar menunggu kedatangan melati. Dia teman baikku dari SMP.
“Adi . . .!.”ia menatapku dengan sedikit keterkejutan.
“Mei . . .!Aku menunggumu dari tadi.”
Aku menghampiri dia.
“Ada apa?kok, tumben kamu pagi-pagi sudah ada disini.”
“Masihkah kau menyanyai aku?”
“Apa?.”ia begitu terkejut tak karuan mungkin baginya aku memang tak waras. Tanpa ada angin, tanpa ada hujan aku menanyakan hal bodoh  seperti itu.
“Kenapa?Apa kamu masih mau balikan? Jujur saja aku masih sangat sayang padamu.”Aku begitu terkejut mendengar semua itu, ku kira setelah perpisahan itu dia tak pernah lagi menyimpan sayang itu. Teryata hingga sampai saat ini dia masih menyanyai aku.
“So! Kita balikan nich!.”
“Iya!”Ia tersenyum.
Aku begitu senang. Meski ku sadari rasa senang itu bukan karena aku dan dia balikan, tapi karena manja takkan resah bila bersama han. Dan aku harus membohongi semua, termasuk perasaanku.
Kucoba membuka masa lalu
Mencoba melanjutkan yang pernah terhenti
Walau kusadari semua bodoh
Dan ku semakin mendekap perih.

Semua berubah setelah han masuk kedalam kehidupan kami. Aku harus menjaga jarak dengan manja, bukan hanya karena sekarang aku pacar melati tetapi karena juga sekarang manja tlah berdua dengan han. Setiap kali pergi ke danau, aku selalu kesana sendiri. Hari-hariku benar-benar sunyi, dan aku kesepian meski melati disampingku.
Aku bagaikan malam yang pekat
Sang rembulan tak lagi dsisi
Meski ku sadari ada sinar yang lain menemani
Namun ia tak bisa indahkanku seperti bulan.

Aku semakin tak sanggup melihat kebersamaan mereka. Pandangan indah itu menyakitkan nuraniku. Meski terkadang senyum manis manja mampu meneduhkan jiwaku yang kadang goyah. Oh... Tuhan mengapakau siksa aku dengan semua ini. Harus berapa lama hatiku terkoyak melihat kemesraan mereka? Aku tak mampu lagi.


Aku semakin terpuruk
Malaikatku terbang menjauh pergi
Tinggalkan senyum pilu dalam kalbu
Mnyeyet dan buatku tak mampu bernafas

Waktu begitu cepat berlalu. Hari ini ujian akhir sekolah sudah dimulai, kami mulai sibuk dengan segala macam ujian agar kami bisa lulus, dari UAN sampai praktek, setelah ujian benar-benar selesai, satu bulan aku menenangkan pikiranku tanpa manja.
Semua berjalan lancar, namun tak seperti yang ku harapkan. Aku lulus dengan nilai yang baik. Dan nilai itu lebih dari yang diharapkan orang tuaku. Itu berarti aku akan benar-benar akan kehilangan manja.
Malam ini kami merayakan kelulusan dengan pesta kecil-kecilan dengan letusan kembang api.
“Oh ya, han! Kamu akan melanjutkan study-mu kemana?.”
“mungkin aku akan tetap disini?.Kalau kamu sendiri, kemana?.”
“Entahlah!Aku juga masih bingung.”
“Mel, kamu melanjutkan kemana?.”
“Ehm, mungkin sama sepertimu han, tetap disini?.”
“Kakak kuliah disini aja!.”Manja tiba-tiba merangkulku dari belakang.
“Manja!.” Aku tersenyum meski itu palsu.
Aku semakin tak kuasa melihat senyum bahagia mereka.

Tak mampu lagi menatap semua
Indah yang hampakan ruang dihatiku
Hingga luluhkan air mataku
Tak kusadari ku benar-benar
Kehilangan dia

   Tiga hari lagi mungkin akan menjadi hari ynag serba kebetulan. Tiga hari lagi adalah akhir bulan, aku dan manja akan bertemu didanau. Mungkin itu adalah terakhir kali aku akan datang kesana. Tiga hari lagi adalah ahri ulang tahun manja dan tiga hari lagi aku akan pergi meninggalkan manja.
Sebelum kami bertemu didanau aku mencarikan hadiah ulang tahunnya. Ku lihat kalung yang diimpikan manja masih tetap ditempatnya. Mungkin kalung itu bisa menjadi hadiah terindah untuk manja.
Sore . . . mengapa begitu cepat menyapa? Sore ini mungkin akan menjadi hari perpishan buat kami.
“kak, maaf terlambat. Sudah lama ya!.”
“ggak, kok! Kakak juga beru datang.”
Ku pandang dia yang semakin dewasa.
“Kak, kenapa sich mandang aku terus.”
“Nggak kok!”aku sedikit terkejut.
“Kalau seandainya kakak harus pergi dari sini, apa kau akan merindukanku?”
“Kakak, mau kemana?”
“Nggak kemana-man lho?.”akupun tertawa meski hatiku menangis dan iapun membalas dengan senyuman ku peluk dia dari belakang saat dia berdiri menatap danau.
Matahari semakin tak terlihat. Setelah kami pulang ku kemasi barang-barangku ku lihat jam menunjukkan pukul delapan malam. Tak kusangka aku akan benar-benar kehilangan manja aku dan orang tuaku akan berangkat ke luar negeri tapi sebelum itu ku temui melati.
Ku ketuk pintu rumah melati, dari baik pintu luar seorang wanita cantik dengan gaun pesta warna hitam.
“Di.... kenapa nggak bilang kalau mau jemput aku?.”
“Mel!.” Ku berikan senyuman padanya smbil ku berikan sebuah kado.
“Nitip ini buat manja, aku nggak bisa kesana?.”
“Kenapa?.”
“Malam ini aku dan orang tuaku harus ke bandara. Mereka memutuskan untk ke luar negeri. Nitip manja, ya!.”
“Adi . . .!”Ia masuk kedalam, lama ku tunggu ia keluar sambil membawa beberapa lembar kertas.
“Ini, untukmu?”ucapannya sambil menyerahkan kertas itu.
“Apa ini?.”
“Aku tahu, selama ini kau membohongi perasaanmu, kau tak pernah lagi menyayangiku, yang ada dihatimu cuma ada manja. Bahkan sampai detik ini kau masih begitu menyayangi dia.”
Air matanya mengalir.
“Mel!maafkan aku.”ku berikan pelukan padanya.
Sepanjang perjalanan ku pandangi kertas-kertas dari melati. Entah dari mana ia mendapat puisi yang sat itu tercipta karea rasaku yang kehilangan manja. Aku begitu merasa bersalah karena tlah membohongi melati.
* * *
Manja begitu cantik dengan gaun warna putih. Semua tertuju ke arah manja, pesta ulang tahun manja selalu meriah setiap tahunnya. Karena semua juga tahu dia putri satu-satunya dari keluarga yang cukup berada.
Semua temannya datang. Satu persau ucapannya terlontar untuknya. Dan kado begitu banyak diterima olehnya.
“Manja!Happy Birthday!.” Ucap melati sembari memberikan ciuman dipipi melati.
“Oh, ya! Ini titipan dari Adi!” ia memberikan bungkusan kado kepada manja.
“Kado!.”Ia memandangi kado itu.
“Kak cahya kenapa gak ikut?.”
“Kamu belum tahu, kalau dia kan malam ini berangkat.”
“Berangkat kemana?.”
“Manja, Adi sama keluarganya pindah keluar negeri.”
Manja berlari keluar dan terus berlari mencoba mengejar kepergianku. Namun semua juga tak mungkin membuat kami bertemu. Melati dan han mengejar manja, dan membuatnya kedalam. Air mata mengalir dan seolah meneriakkan nama “CAHYA”.
Manja tersudut diantara gelap malam dan kepedihan batinnya. Malam indahnya tenggelam oleh air mata kepergianku ia membuka bungkusan kad itu. Ia mengambil kalung bermata putih yang begitu indah yang slama ini ia dambakan. Ia tersenyum sembari memasangkan kalung itu dilehernya. Dan iapun membuka selembar kertas dan membacanya.

DEAR MANJA
Saat kau membaca surat ini, mungkin kau
Takkan lagi bisa melihat kakak, mungkin
Kau juga berderai air mata. Maaf . . . bukan
Maksud kakak ingin menyakitimu. Tapi
Kakak takkan sanggup meninggalkanmu
Bila kakak pamitan dulu sama kamu.
            Manja sayang, dua tahun yang
akan datang, tunggulah kakak ditempat
biasa kita bertemu, kakak akan datang disaat ulang tahunmu.
            Oh, ya hadiah itu . . . kamu selalu menginginkannya
kakak memberikan itu sebagai kado ulang tahunmu.
Manja . . . betuk hati itu melambangkan
rasa sayang kakak padamu dan
mata kalung itu melambangkan
senyummu yang kan selalu bersinar
tanpa aku. Manja . . . kalung itu
melambangkan ikatan kita yang lebih
dari seorang sahabat.
            Manja . . . tetaplah tersenyum untuk
kakak, kakak menyayangimu.
I miss you and I hope u will waiting for me.

Manja tersenyum meski batinnya begitu tersiksa. Karena 2 tahun bukanlah waktu yang cepat.

* * *
Dua tahun tlh berlalu. Terlewati begitu saja meski tanpa manja disampingku. Dan kini setelah ku nantikan hari untuk bertemu dia, aku begitu bahagia. Namun ada kegelisahan yang terselip diantara bahagia. Han, apakah dia akan menjadi penghalang untukku bertemu dia?Aku merasa takut bila aku tak dapat bertemu dia.
Setelah lama ku menempuh perjalanan, akhirnya aku sampai ditempat yang ku ridukan. Ku lepas sejenak rasa lelah di rumahku yang dulu. Dan pagi-pagi sekali aku mulai melepas rasa rinduku dengan mengunjungi satu persatu tempat dimana mempunyai banyak kenangan yang tersimpan antaraaku dan manja.
Matahari semakin meninggi dan menyengat. Akupun pulang dan melepas rasa lelah.
Ku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga sore. Aku bergegas pergi kedanau. Tak lupa ku bawa juga kado untuk manja. Danau ini tak pernah berubah masih seperti dulu. Udaranya masih begitu sejuk membelaiku. Hembusan angin ini masih begitu lirih menyapaku. Dan pemandangannya masih indah di pandanganku. Meski ada satu yang kurang. Alunan gitar dan suara manja saat kami menikmati hari setelah pulang sekolah.
Begitu lama aku menunggu dia disini, jam tanganku menunukkan bermunculn berbagai macam pertanyaan. Apakah manja tak akan datang?Apakah han melarangnya kesini?Apakah ia lupa degan janji kami?Dan apakah . . . masih banyak lagi.
Aku mulai gelisah, kenapa dia belum juga datang?Akupun bangun dari dudukku. Ku pandang danau itu untuk terkhir kali. Dan ku berniat pergi dari tempat itu. Namun ... sebuah dekapan dari belakang membuatku terkejut. Dekapan itu mampu kokohkan hatiku yang goyah.
“Kakak!.”
Aku tersenyum masih bisa mendengar suara gadis yang slalu ku rindukan. Aku terdiam sejenak dan ku toleh dia.
“Kakak . . . Akhirnya kamu datang juga.”
Ia semakin mendekapku.
“Manja, maaf!.” Aku menatapnya yang kini bukan lagi gadis SMA. Ia semakin dewasa.
Kami duduk dibawah pohon yang selalu menjadi tempat pelepas lelah kami. Kulihat kadoku 2 tahun yang lalu masih dipakai hingga sampai saat ini.
“Manja, Bagaimana keadaanmu?”
“Baik,kak!Kakak sendiri bagaimana?”
“Aku juga baik!.”
“Lalu bagaimana dengan han?Hubungan kalian baik juga kan?.”
Ia terdiam sejenak dan tatapannya penuh dengan rahasia.
“Baik kak!.”
“Syukurlah!.”Aku tahu dia berbohong.
“Ini untukmu.” Kukeluarkan kado dari ranselku dan ku berikan kepada dia.
“Apa ini kak?”
“Hadiah buatmu!.Bukalah!.”
Perlahan manja membuka kado itu.
“Sebuah buku . . .puisi rindu.” Iapun membuka dan membaca buku itu.

MANJA
Kau laksana mentari
Senyuman hari-hariku ini
Menghangatkan kalbu dan batin
Manja . . .
Jangan kau bendung butiran putih dimatamu
Yang bisa tenggelam pesonamu
Karena ku takkan sanggup melihat sedihmu
Manja . . .
Jangan biarkan senyum manismu
Terbawa senja sore ini
Tenggelam dan hilang bersama mentari

“ Kak, terima kasih! Senyumku takkan terbawa senja dan terbenam bersama mentari kok, tenang saja.” Ia memelukku dan air matanya luluh dan membasahi batinku.
Hari semakin sore dan sebentar lagi matahari akan benar-benar tenggelam. Kini kami beranjak untuk pulang, sebelum sempat manja masuk mobil, tiba-tiba ia pingsan. Aku begitu terkejut, cepat-cepat aku membawanya kerumah sakit. Tak lamasetelah ku hubungi orang tua manja, mereka pun datang.
Aku menunggu manja didepan ruangannya. Ku lihat tas manja yang berada ditanganku. Ku temukan sebuah buku didalam tas manja. Setelah lama ku pandang, aku semakin penasaran karena buku itu sering dibawa kemanapun manja pergi. Aku membukanya, beberapa potret kami saat masih SMA.
Ternyata dia menuliskan semua yang pernah kami alami, senyumku berubah ketika ku baca tulisan manja yang terjajar rpi itu saat aku mulai tak ada disampingnya.

DIARY September 2007
Setelah kepergian kak cahya, aku mulai kesepian. Han yang dulunya baik perlahan berubah. Ia sering marah dan terkadang sampai memukul aku.

Aku semakin merasa penasaran dngan apa yang terjadi selama aku tak ada disisinya. Aku terus membalik prlembar da membaca tulisan itu.
DIARY  November 2007
Hari ini aku bertemu teman lama. Dan ternyata ia mengenal han. Katanya han adalah kakak kelasnya sewaktu SMA, sebelum gila. Gila . . . awalnya aku tak mengerti dengan kata itu. Aku terus bertanya dan ku temukan jawabannya. Han pernah membunuh seluruh anggota keluarganya karena depresi berat. Lalu ia dibawa kerumah sakit jiwa untuk menjalani perawatan.

Aku terkejut dengan semua itu. Aku tak yakin kalau han sesadis itu? Karna yang ku tahu ia baik.
Aku terus membaca tulisan manja. Karena aku ingin tahu apa yang terjadi selama aku tak disini.
            DIARY April 2008
Hari ini ulang tahun kak cahya, aku mendatangi danau. Aku melihat kak cahya dalam peluk rinduku.
Aku terus berharap dalam pejam mataku saat ku buka ia ada di hadapanku. Tapi . . . semua hanya sia-sia dia tak datang untuk menghapus air mataku.

Aku merasa bersalah karena han meninggalkan dia slama ini.
Aku terus membuka lembar demi lembar dari buku itu. Aku membacanya. Namun kali ini saat ku buka lembar baru, tak ada tulisan sama sekali. Mungkin lebih dari satu bulan. Setelah itu baru aku temukan lagi tulisan manja.

DIARY Februari 2009
Ternyata han memang benar-benar gila. Dan stu bulan yang lalu, saat tahun baru ia mendorongku hingga aku terjatuh. Hanya karena tak sengaa ku jatuhkan foto ibunya. Aku harus berbaring di rumah sakit karena tak sadarkah diri. Kata dokter otakku mengalami luka yang cukup serius.

Kali ini aku lebih terkejut. Aku mencoba membalik ulang buku itu, agar aku bisa melihat tanggal dimana manja ada dirumah sakit. Ternyata hari itu sama seperti dimana aku mengalami kecelakaan, meski lukanya tak serius tapi itu membuatku harus berada dirumah sakit selama tiga hari.
            Dan kulanjutkan membaca buku itu.

            DIARY Juli 2009
Besok genap 2 tahun kakak cahya pergi. Aku bahagia sekali karena aku akan bertemu dengan kak cahya. Tapi . . . .aku merasa takut karena han sudah keluar dari rumah sakit jiwa.

            Han . . . masuk kesana lagi! Kenapa sahabat yang ku percaya untuk menjaga orang yang kusayang malah menyakiti?!.
            Di. . . .!!!.” Aku begitu terkejut saat ibu manja memanggilku.
            “Ada apa tan?.”jawabku setengah terkejut.
            “Tante sama om akan keruangan dokter tolong jaga manja ya!.”
            “Iya, tan!.”
Setelah mereka pergi, aku masuk untuk melihat manja. Ku masukkan buku itu kedalam tas dan ku letakkan diatas meja. Aku duduk dikursi samping ranjang manja, ku pandang dia. Aku tak percaya dengan yang terjadi dimanakah manja yang dulu, manja yang dulu selalu riang, kini hanya bisa berbaring dengan infus yang menancap di tangannya. Manja yang dulu ceria, kini tak berhias senyum, wajahnya begitu pucat.
Hari semakin berlalu, namun manja belum juga sadar. Saat menuju rumah sakit, ponselku terus berbunyi. Sebuah SMS masuk, betapa senangnya saat ku tahu manja telah sadar. Ku arahkan mobilku menuju supermarket. Setelah ku membeli buah-buahan, ku langkahkan langkahku dengan cepat. Namun ku terhenti, saat seorang laki-laki menyenggolku hingga buah-buahan tersebut jatuh. Iapun membantuku memunggutnya dn memasukkannya kekantong lagi.
“Maaf, mas!.”ucapannya sembari memberikan kantong itu. Mendengar suara itu, sepertinya tak asing ditelingahku.
“han!.”ku toleh dia.
“Adi!”
Entah mengapa dia buru-buru lari menjauh dariku. Akupun mengejarnya hingga ku raih tangannya.
“Han. . . . kau tak perlu menghindar.aku Cuma ingin bertanya, kenapa kamu tega menyakiti manja?Apa kau tak tahu, karenamu dia harus dirawat dirumah sakit, kenapa kau tak menepati janji.
“Maaf, di . . . !Aku tak sengaja.
Ku arahkan pukulan ke arahnya, namun dia tak membalas, tiba-tiba seorang wanita datang dan melerai kami.
“Hentikan, di! Percuma kau memukul dia, takkan ada gunanya. Sebaiknya kita ke rumah sakit. Bukankah manja sudah sadar.
“Mel . . .!
Lalu aku dan melati menuju rumah sakit. Sesampainya di sana, kami masuk ke kamar manja. Ia memberi kami sebuah senyuman kecil. Senyuman yang semakin pudar.
“Manja, bagaimana keadaanmu?.”
“Baik, kak mel.”
“Kalian sudah ketemu ya!.”
“Iya!.”
Kami meninggalkan manja agar dia bisa istirahat.
“Di . . . kapan kamu datang?.”
“Seminggu yang lalu.”
“Saat ulang tahun manja, ya!.” Ia tersenyum.
“Mel, mengapa kamu tak menepati janji.
“Maksudmu?.”
“Kau bilang, kau akan menjaga manja untukku.”
“Maaf, Di . . .!Aku tak bisa menjaganya, itu karena sebulan setelah kau pergi aku juga harus pergi. Aku harus melanjutkan study-ku ke bandung.
“Begitu, ya! Kau berhak menjalani kehidupanmu sendiri.
“Adi . . .!.”
Hari semakin larut, ku antar melati pulang. Di sepanjang perjalanan kami mengobrol soal han.
“Mel . . . Apa kau tahu apa yang terjadi selama aku tak ada disini?.”
“Soal manja!.” Ia menghela nafas.
“Dihari tahun baru, han mengajak manja kerumahnya. Disana manja melihat-lihat foto keluarga han. Tanpa sengaja manja menjatuhkan foto ibu han. Han begitu marah dan mendorong manja. Kepala manja terbentur dinding dan dia tak sadarkan diri hampir sebulan. Karena kejadian itu han kembali masuk rumah sakit jiwa.”
“Kembali . . . lagi . . . maksudmu apa?”
“Memangnya kamu belum tahu!.”
“Soal apa?”
“Soal han! Dulu anak yang baik dan pintar. Ia tinggal bersama ibu dan ayah tirinya. Ia sangat bahagia meski tanpa ayah kandungnya. Namun semua berubah, ayah han berubah. Ayahnya sering marah dan memukuli ibu han yang lebih menyakitkan han. Ayahnya memukul ibunya hingga meninggal, melihat itu han seperti kerasukan setan. Ia berbalik memukul ayahnya hingga meninggal. Akibatnya kejadian itu han jadi despresi berat dan akhirnya gila.”
Mendengar cerita melati, aku jadi sedikit kasihan dengan han. Tak ku sangka hidupnya seperti itu.
Kamipun berpisah setelah sampai di depan rumah melati.
“Di . . . terima kasih! Selamat malam!
“Selamat malam!.”
Semakin hari keadaan manja semakin baik. Kami sudah saling bercanda. Hari ini aku berniat membelikan manja sebuah bunga. Sebuah mawar putih pasti akan terlihat indah bila bersanding dengan manja. Tiba-tiba ponselku berbunyi, aku harus terkejut lagi saat ku tahu manja kembali kritis. Mawar putih itu jatuh bersama luluhnya hatiku. Aku berlari dan terus berlari diantara lorong-lorong rumah sakit. Hatiku terasa kalut tak ku hiraukan hiruk pikuk yang ada di sekelilingku. Karena yang ad dipikiranku hanya manja. Dan . . . kulihat ia kembali terbaring dengan wajah yang begitu pucat.
Sudah beberapa hari manja tertidur, namun dia tak juga sadar. Dalam setiap do’aku aku berharap dia akan membuka matanya. Hari semakin sore, ku tatap senja yang begitu indah berhias warna kemuning.
Tiba-tiba perasaanku tak enak. Jantungku serasa berhenti berdetak. Tuhan . . . Apakah yang kan terjadi? Matahari semakin tak terlihat dan malampun menyapa. Dokter tak berkata apa-apa, namun wajahnya itu mengisyaratkan kepada kami agar kami bisa tabah menerima kenyataan.
Aku tertunduk tak percaya, hatiku menangis dan menjerit melihat semua ini. Aku aku memasuki ruangan manja dengan sisa ketegaran kakiku tak mampu melangkah mendekatinya. Namun aku juga tak tahu kalau aku bisa berada disampingnya. Ia benar-benar meninggalkan aku untuk selamanya. Namun ia tak melupakan janjinya,ia tetap tersenyum meski ia telah pergi. Senja tak membawa senyuman pergi. Namun senja membawa hidupnya pergi.
Pagi ini, sekitar pukul sembilan semua orang menghadiri pemakaman manja. Semuanya hadir kecuali han, ku dengar karena rasa bersalahnya, ia masuk ke rumah sakit jiwa lagi.
Setelah pemakaman manja, aku memutuskan untuk kembali ku luar negeri. Disana aku mulai hidupku yang baru. Meskipun begitu aku tak melupakan manja, cinta pertamaku. Setiap ulang tahunnya aku mengunjungi makamnya dan memberinya bunga. Melati juga memulai hidupnya yang baru, menikah dan hidup bahagia. Sedangkan han, ia menghabiskan sisa hidupnya dirumah sakit jiwa, untuk selamanya.


Jombang. 20 Maret 2010
,25 Oktober 2007

By farikha      

No comments:

Post a Comment