Friday, June 17, 2011

Psikopatologi dalam Ajaran Agama Islam


A.      Psikopatologi dalam Ajaran Agama Islam
Dalam khazanah keislaman, kesehatan mental, khususnya psikopatologi, dibicarakan dalam kajian tasawuf yang berkaitan dengan konsep akhlak. Menurut al-Ghazali, akhlak manusia terbagi dalam dua bagian:  akhlak yang baik atau terpuji dan akhlak yang buruk atau tercela. Seseorang yang akhlaknya baik berarti jiwanya sehat. Dan sebaliknya, orang yang berbuat jahat atau berakhlak tercela berarti jiwanya sakit. Masih menurut Al-Ghazali, manusia tidak luput dari sakit, kecuali yang dikehendaki Allah. Manusia yang sakit adakalanya mengetahui kalau kondisi dirinya sakit. Namun, terdapat pula manusia yang tidak menyadari bahwa sebenarnya dirinya sakit. Seseorang yang mengetahui kalau dirinya sakit berarti ia masih mengenal dirinya, dan dalam waktu relatif singkat akan dapat disembuhkan penyakit tersebut. Sedangkan bagi mereka yang tidak mengetahui kalau dirinya sakit berarti ia sudah tidak mengenal dirinya lagi, dan penyakit yang kedua tersebut sulit disembuhkan.
Penyakit jiwa menurut Al-Ghazali beragam bentuknya, antara lain:
1.      al-riya’ (pamer)
2.      al-jidl (suka berdebat)
3.      al-khusumat (selalu bermusuhan)
4.      al-kidb (dusta)
5.      al-ghibbat (mencari kesalahan orang lain)
6.      al-namimat (adu domba)
7.      al-ghadhab (pemarah)
8.      al-hasud (mengasuh)
9.      hubb al-dunya (materialistik0
10.  al-bakhil (pelit)
11.  al-kibr (sombong)
12.  al-ghurur (menipu).[1]
Hampir senada dengan Al-Ghazali, Hasan Muhammad Al-Syarqawi menyebut secara tegas macam penyakit jiwa/mental, antara lain:
1.      Al-riya’
Maksudnya adalah pamer terhadap apa yang dimiliki atau dilakukan. Dalam hal ini termasuk tipuan, syirik yang tersembunyi dan nifaq.
2.      Al-ghadhab
Merupakan kekuatan setan yang memancarkan api permusuhan dan iri hati.
3.      Al-ghoflat wa al-nisyan
Pelupa terhadap apa yang dimiliki dan diketahui.
4.      Al-wasawis (was-was)
Kondisi jiwa yang terpaksa yang berwujud dalam bentuk perasaan yang bercampur-baur atau melaksanakan suatu pekerjaan dengan penuh keterpaksaan.
5.      Al-ya’is wa al-qanuth
Terputusnya cita-cita dan harapan. Penderitanya tidak mengharapkan apa pun di masa depan.
6.      Al-thama’
Serakah dan tidak mengalah pada yang lain.
7.      Al-ghurur
Tertipu pada urusan duniawi maupun urusan ukhrawi. Urusan dunia misalnya: materialisme, indivualisme, sedangkan urusan ukhrawi, seperti syirik, kufur, nifaq, dan sebagainya.
8.      Al-ujub
Membanggakan atau menyombongkan diri terhadap apa yang dimiliki.
9.      Al-hizd wa al-hasud
Iri hati dan dengki terhadap kepunyaan orang lain.[2]
Bila kembali pada Al-Qur'an, disebutkan beberapa penyebab munculnya psikopatologi. Di antaranya adalah:
1.    Manusia tidak mau menggunakan potensinya, seperti potensi qalb untuk memahami, mata untuk memperhatikan, telinga untuk mendengar, dan sebagainya. (QS. Al-A’raf [7]:179)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan untuk neraka Jahannam Kami ciptakan kebanyakan jin dan manusia. Mereka mempunyai hati yang tiada dipergunakannya untuk mengerti, mereka mempunyai mata yang tiada dipergunakannya untuk melihat, mereka mempunyai telinga yang tiada dipergunakannya untuk mendengar, mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Merekalah orang yang lalai. (QS. Al-A’raf [7]:179)
2.    Karena tidak menggunakan potensi yang dimilikinya, Allah mengunci perasaan, pendengaran, dan penglihatan mereka. (QS. Al-A’raf 100-101; Al-Baqarah [2]:7)
أَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِينَ يَرِثُونَ الأرْضَ مِنْ بَعْدِ أَهْلِهَا أَنْ لَوْ نَشَاءُ أَصَبْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَنَطْبَعُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لا يَسْمَعُونَ (١٠٠) تِلْكَ الْقُرَى نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَائِهَا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا بِمَا كَذَّبُوا مِنْ قَبْلُ كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الْكَافِرِينَ
Tiadakah menjadi petunjuk bagi orang pewaris bumi, sesudah penduduk (terdahulu), bahwa jika Kami menghendaki, kami dapat menghukum mereka karena dosa-dosanya dan Kami dapat menutup hatinya, sehingga ia tiada dapat mendengar. Demikianlah kota-kota yang berita-beritanya Kami ceritakan kepadamu. Telah datang kepada mereka Rasul-Rasulnya dengan bukti-bukti yang nyata, tapi mereka tiada percaya apa yang mereka dustakan sebelumnya. Demikianlah Allah menutup hati-hati orang yang kafir (QS. Al-A’raf 100-101)
خَتَمَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Allah telah mengunci hati dan telinga mereka tertutup penglihatannya dan mereka peroleh siksaan yang dahsyat. (QS. Al-Baqarah [2]:7)
3.    Jiwanya diliputi dengan ketakutan, kebimbangan dan kerugian. (QS. Al-Ahzab [33]:26; Al-Taubah [9]:45; Al-Imran [3]:106)
وَأَنْزَلَ الَّذِينَ ظَاهَرُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ فَرِيقًا تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقًا
Dia turunkan orang-orang ahli kitab  yang menolong mereka dari benteng-bentengnya dan ia masukkan ketakutan dalam hati mereka, sebagian ia kamu bunuh dan sebagian lagi kamu tawan. (QS. Al-Ahzab [33]:26)
إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ
Yang meminta izin kepadamu hanya orang-orang yang tiada beriman kepada Allah dan hari Kemudian dan yang hatinya ragu-ragu, sehingga mereka terombang-ambing dalam keraguannya. (QS. Al-Taubah [9]:45)
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
Pada hari wajah-wajah mereka menjadi putih (berseri-seri) dan wajah-wajah menjadi hitam (bermuram). Adapun orang wajahnya yang menjadi hitam, (kepadanya dikatakan) apakah kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman?, maka rasakanlah olehmu siksaan karena kekafiranmu. (QS. Al-Imran [3]:106)
4.    Jiwanya diliputi prasangka buruk, dosa-dosa dan hati mendua (QS. Al-Fath [48]:12; Al-Taubah [9]:8 dan 46)
بَلْ ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَنْقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ السَّوْءِ وَكُنْتُمْ قَوْمًا بُورًا
Tidakkah kamu mengira bahwa Rasul dan orang-orang beriman tiada pernah akan kembali kepada keluarganya. Dan ini dibayangkan seolah-olah indah dalam hatimu, sedangkan kamu memikirkan pikiran yang buruk, kamu adalah kaum yang celaka. (QS. Al-Fath [48]:12)
كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلا وَلا ذِمَّةً يُرْضُونَكُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَى قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ
(Bagaimana itu mungkin)? Jika mereka unggul daripadamu, mereka tiada hiraukan kamu, hubungan kerabat atau perjanjian. Mereka menyenangkan kamu dengan mulutnya, sedangkan hatinya enggan. Kebanyakan mereka adalah orang yang fasiq. (QS. Al-Taubah [9]:8)
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ
Orang munafiq ketakutan sesuatu surat diturunkan kepada mereka yang menunjukkan apa yang dalam hatinya. Katakanlah: mengejeklah kamu! Sungguh, Allah akan memperlihatkan apa yang kamu takutkan. (QS. Al-Taubah [9]:8 dan 46)
5.    Jiwanya penuh kesombongan, kecongkakan (QS. Al-Mu’min [40]:35), dan sebagainya.
الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ آمَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
Orang yang bertengkar mengenai ayat-ayat Allah tanpa bukti-bukti meyakinkan diberikan kepada mereka. Besar kemurkaan yang timbul pada Allah dan orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati setiap hati orang yang takabur dan menyalahkan kekuasaan. (QS. Al-Mu’min [40]:35)


[1] Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum’ al-Din, Jilid III, (Beirut: al-Fikr, 1991), hlm. 68.
[2] Hasan Muhammad Syarqawi, Nahwa Il-Nafs Islami, (Mesir: al-Hai’at al-Misriyah, 1976), hlm. 69-125.

No comments:

Post a Comment